Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nasib Seniman di Masa Pandemi

Foto : Arsip pentasan di event SalaHatedu 2019/Desty Luth

MATA BUDAYA-Mulai bulan Maret 2020 hingga awal tahun 2021 ini masih dalam suasana Pandemi. Banyak sektor yang terpuruk dimasa ini, seperti halnya sektor kebudayaan. Budayawan Teater beralih ke online shop, begitulah terlihat banyaknya story WhatsApp teman penggiat seni. Ada yang beralih jual perabotan rumah tangga, ada yang berjualan daster, open pre order brownis lumer, juga ada yang mengikuti trend ketika hansanitizer harga melonjak drastis ada pula yang bereksperimen membuat hansanitizer rumahan sebagai pilihan ekonomis dibalik harga hansanitizer yang begitu mahal. 

Kebiasaan berkesenian, ritual kebudayaan seakan dikesampingkan karena tuntutan ekonomi yang makin hari, kian mencekik. Dulu yang aktif berproses dengan segala kepadatan aktifitas latihan penokohan, gerak tubuh. Kini mandek, bagai gorong-gorong yang tersumbat.

Banyak solusi yang ditawarkan untuk tetap berkesenian di masa Pandemi ini seperti menggelar pementasan virtual, namun pementasan virtual hanya memenuhi kebutuhan batiniah mereka penggiat seni yang haus dan rindu melakukan pementasan. 

Tidak dengan penonton yang harus mengeluarkan banyak materi untuk menikmati gelaran karya ini. Seperti halnya yang dirasakan salah satu penikmat seni yang tidak mau disebutkan namanya ini. Dia merasa pementasan virtual terlalu menghabiskan biaya, seperti harus beli kuota. "Belum lagi kalau buffering"jawabnya. 

Nuansa yang dihadirkan dalam pementasan virtual dan secara langsung memang terasa beda. Ketika penonton datang untuk melihat secara langsung, dimensi ruang dan waktu pertunjukan antara pemain dan penonton akan terasa sama. Namun, jika pementasan virtual jelas berbeda karena berbeda lokasi juga berbeda nuansa.

Untuk mereka penggiat seni, tiket yang terjual untuk proses produksi menurun signifikan. Sehingga pementasan itu hanya menjadi kebutuhan batiniahnya saja, tidak untuk menutup biaya produksinya. Padahal pementasan virtual membutuhkan biaya yang cukup tinggi, untuk instalasi dokumentasi dan siaran langsungnya. Maka tak heran jika sebagian seniman memilih memutar balik untuk tetap bertahan ke bidang yang berbeda. 

Lalu bagaimana nanti wajah kesenian di Indonesia setelah masa Pandemi? Bisa di bayangkan akan menjadi seperti apa?

Posting Komentar untuk "Nasib Seniman di Masa Pandemi"