Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Merawat Ingatan



Manusia seringkali merepotkan hal-hal yang seharusnya tak perlu. Mereka mementingkan ego beratas nama perasaan yang menyakitkan. Seharusnya jika saja bisa, hidup tanpa perasaan-perasaan yang terus mengganggu. Aku terus terbayang-bayang dengan kebahagiaan yang kini telah menjadi memori. Semakin jelas semakin menyakitkan.

Suasana disini nampak sepi dan hening. Namun, isi kepala riuh dan begitu berisik. Aku adalah manusia yang tidak kuat dengan rasa sakit. Baik luka fisik atau batin. Aku tak akan membiarkan luka itu terlalu lama, sedikit rewel dan minta dimanja. Sama halnya luka hati, sedikit manja minta dicinta. Sampai luka fisik tak terasa sakit.

 

Kehilangan,

Sesakit ini rasanya, kehilangan seseorang yang sudah aku anggap menjadi bagian tubuhku. Begitu banyak kenangan susah dan bahagia terlalu jelas, tak terarah ujungnya. Apa mungkin aku disini sendiri yang merasakan sendirian.

 

Aku membenamkan diriku terlalu dalam kedalam luka. Hingga membuat luka itu tak kunjung sembuh. 

Meski sudahku coba untuk mengobatinya dengan cara apapun. Hingga berusaha melupakan segala kenangan yang melukai hati, sungguh ini terasa perih dan hampir mati.

 Bahkan mungkin, kesakitan ini tidak membiarkanku mati begitu saja, seperti rasanya agar aku terus merasakannya perih yang menyiksa.

 
Mungkin semua ini adalah sebuah balasan, untuk diri ini yang pernah menyakiti tanpa sengaja dan akhirnya meninggalkan bekas luka yang sama tak bisa terobati. 

Memang benar kenangan itu tidak untuk dilupakan, boleh saja dikenang namun untuk diikhlaskan. Seperti halnya luka-luka, tidak akan pernah sembuh begitu saja,  mungkin saja hanya mereda.



Lalu aku harus bagaimana? sungguh aku ingin berlari sejauh mungkin, meninggalkan, melupakan, dan berjarak dengan segala hal yang menyiksa ini. Rindu, sakit, tak berdarah, berbekas, dan mengganggu isi kepala.

 

Aku pecundang, yang tak bisa mengatasi semua hal ini. 

Partikel udara disini seakan tahu bahwa kenangan itu menyakitkan jika diingat, namun bahagia saat dulu terlaksana.

 Kamu tahu? apa yang paling menyakitkan? Ketika aku merindukan untuk bisa terulang kembali pada masa ini.

 Iya benar, aku hanya berkutat diruang yang sama yang katamu hanya membuang-buang energi dan membuatku tidak berkembang. 

Atas dasar cinta yang kau anggap memuakkan, aku terlalu menjujung tinggi perasaan-perasaan yang kau anggap sepele. Aku rasa semua hal ini adalah normal adanya, namun hal yang menyedihkan kau menganggapku salah dan sebagai manusia tak normal. 

Aku mengidap kelain dan terjangkit penyakit terlalu mencintai. Tak ada obat dan tak terkendalikan.

 Lalu, apakah benar kali ini aku membenamkan diri dalam luka? atau malah aku membenamkan diri dalam cinta? semakin dalam dan aku tidak mengerti. Kalau benar, apakah aku yang terbenam terlalu dalam ini bisa naik kepermukaan dan merasakan dimensi yang berbeda? Apakah batas dimensi itu sangat berbeda dan terlarang? Apakah kalau aku melewatinya akan terjadi hal yang menyenangkan seperti halnya amnesia?.

 

Maaf, aku terlalu berisik dan benar-benar riuh. Banyak bertanya, banyak bingungnya. Ketidaktahuanku akan dunia baru, ketidak pedulianmu akan kebodohanku. Kamu membiarkanku ditertawakan semuanya. Menjadi lelucon mereka yang kuanggap mati rasa. Seperti halnya hatimu yang sekarat akan kepedulian. Namun, aku berharap hatimu membaik dan mengerti akan semua tentangku.

 

Halusinasi.

Mungkin semua itu tak akan terjadi, kamu sudah membenciku. Meskipun kenangan bahagia dan menyakitkan kami lewati bersama. Jika aku rindu, aku hanya bisa merapal doa agar hatimu membaik. 

Aku tahu kami tidak bisa bertemu, dia tidak akan menemui manusia penyakitan sepertiku. 

Kamu alergi dengan seseorang yang terjangkit penyakit terlalu mencintai. Jika saja hatimu membaik, aku tahu kamu terluka sepertiku. Andai saja kamu mau, kita sembuhkan sama-sama agar tak ada yang sekarat bahkan mati yang tidak bisa mati. Mungkin semua ini hanya bayangan semu, seperti halnya halusinasi keinginan dari alam bawah sadarku yang sulit untuk terkabulkan. Menerka bahwa kamu juga merindukan segala hal yang pernah terjadi, namun begitu menyakitkan.

Menginginkannya terulang lagi pada masa ini, menyesakkan dan terasa mustahil. 

Penulis : Desty Luth
Ilustrasi : Dyah Febriani

Posting Komentar untuk "Merawat Ingatan"